Viralnya Siswi 9 Tahun Jadi Korban Diskriminasi Tehadap Sekolah Madrasah, Trauma Berkepanjangan di Pandeglang : Ketua Umum Laskar Pasundan Indonesia (LPI) Desak Pengawasan Ketat

IMG-20250722-WA0124

Jejakkasuspaltv.com | Pandeglang – Seorang siswi berusia 9 tahun di Kecamatan Cibitung, Pandeglang, menjadi sorotan tajam setelah mengungkapkan bahwa ia menjadi korban perlakuan diskriminatif yang sangat mendalam dari Ketua Umum Laskar Pasundan Indonesia (LPI) terhadap sekolah madrasah tempatnya menuntut ilmu. Kejadian ini memunculkan keprihatinan mendalam dan kekhawatiran serius akan dampak psikologis jangka panjang yang dialami korban, yang saat ini dikabarkan mengalami trauma berat.

Rohmat Hidayat Selalu Ketua Umum Laskar Pasundan Indonesia (LPI) secara tegas menyatakan bahwa pihak Kementerian Agama (Kemenag) harus segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh madrasah di Kecamatan Cibitung. Ia menegaskan bahwa praktik diskriminasi dan perlakuan tidak adil terhadap peserta didik adalah pelanggaran hak asasi manusia dan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ia menuntut adanya langkah konkret dan penegakan aturan yang ketat untuk memastikan tidak terulangnya kejadian serupa serta melindungi hak-hak anak dalam proses pendidikan.

Kasus ini telah memancing perhatian luas masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran akan lemahnya pengawasan serta perlindungan terhadap hak-hak siswa di tingkat pendidikan dini. Pemerintah melalui Kemenag harus segera mengambil langkah tegas, bukan hanya untuk menuntaskan kasus ini, tetapi juga untuk memberantas praktik diskriminasi di seluruh lembaga pendidikan agama. Mengabaikan masalah ini sama saja menempatkan masa depan anak-anak dalam risiko, serta mencederai cita-cita pendidikan yang adil dan merata.

Apa pun bentuknya, perlakuan diskriminatif terhadap peserta didik merupakan pelanggaran serius yang harus direspons dengan tindakan nyata, demi menjaga integritas pendidikan nasional dan memastikan setiap anak mendapatkan haknya untuk belajar dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan bebas dari intimidasi serta diskriminasi. (red)

Editor: Bolok